Sorry, the Cinema is Closed

Maaf, Bioskop Tutup

2010 — 18 menit
Selain sarana rekreasi, gedung bioskop daerah adalah saksi bisu atas perubahan kebijakan, selera penonton, dan perkembangan media di Indonesia.
Akses film ini
Sekilas tentang film

Pada tahun 2000-an, Bioskop Permata dan Bioskop Indra merupakan salah dua dari banyak gedung bioskop ‘kelas dua’ di Yogyakarta yang sedang bersiap gulung tikar. Istilah ‘kelas dua’ merujuk pada bioskop yang menyasar penonton dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, yang bahkan telah berdiri sejak masa penjajahan Belanda. Bioskop ini menayangkan berbagai film, baik dari Indonesia, ‘Barat’, ataupun Cina. Namun, seiring dengan perubahan kebijakan distribusi dan perkembangan industri penyiaran, masa depan bioskop-bioskop ini kunjung tak pasti. Melalui wawancara dengan pengelola, staf, dan pegawai pemerintah daerah, film ini berupaya menggambarkan masa-masa kejayaan dan akhir dari sejarah panjang bioskop di Yogyakarta.

Pemeringkatan UmurSU
Bahasa AsliIndonesia
TakarirEnglish

Detail Film

WarnaWarna
SuaraStereo
Format TersediaDigital File
Resolusi GambarSD
Rasio Gambar16:9
Negara ProduksiIndonesia
Provinsi ProduksiD.I. Yogyakarta
Rumah ProduksiOde Film
Tim ProduksiLuhki Herwanayogi (Penata Kamera)Luhki Herwanayogi (Penata Gambar)Stefan Hermayu (Penata Suara)
  • Saila M. Rezcan (Manajer Lokasi)
  • Dwi Kurniawan (Penata Artistik, Lighting)
  • Lolitya Anindhita (Penerjemah)
  • Amri Novan, Cahya Purusatama (Asisten Penata Kamera)
    Edisi Festival
    • FFD 2010 — Kompetisi | Jury Special Mention
      Foto Film

      Catatan Pengelola

      Gaya DokumenterEkspositoris
      TemaSeni, Sejarah, Politik & Pemerintahan
      TopikFilm, Situs Penanda, Industri, Urban
      Mata Pelajaran RelevanSejarah, Seni Budaya
      Mata Kuliah RelevanArsitektur, Film dan Pertelevisian, Pariwisata, Sejarah

      Film dalam set tema yang sama

      • Annisa Rahmasari
        Testimoni seorang mantan tentara yang turut menjadi korban kekacauan politik 1965.
      • Hafiz Rancajale
        Pilihan hidup Misbach Yusa Biran yang menuntunnya kepada dunia pengarsipan film Indonesia.
      • I Gde Mika, Yuki Aditya
        Sinema Indonesia di era Orde Baru dipakai untuk mempertahankan narasi pemerintah, membatasi suara oposisi, dan menciptakan musuh imajiner. Pertanyaannya, apakah sinema bisa melampaui sensor ketat untuk mengungkap keresahan zaman itu?