Film dokumenter berjudul ‘Diary of Cattle’ menjadi film pertama yang diputar saat pembukaan festival Visions du Réel yang berlangsung di Nyon, Swiss belum lama ini.
Film ‘Diary of Cattle’ adalah karya sineas asal Padang, Sumatera Barat, David Darmadi dan Lidia Afrilita. Film ini mengangkat sudut pandang yang berbeda tentang bagaimana sapi menjadi korban kerusakan lingkungan.
Dirilis Tempo.co, cerita di film ini dimulai dari beberapa ekor sapi yang berjalan beriringan di gunungan sampah di sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kota Padang. Ketika truk sampah datang untuk bongkar muatan, sapi-sapi itu berkerumun sambil mencari makanan yang masih cukup segar.
Sebagian besar sampah terbungkus kantong plastik. Jika tak menemukan sampah makanan segar, sapi-sapi ini melahap kantong kresek hitam atau dahan kayu untuk diserap sarinya.
“Kami membuat film ini dari perspektif sapi, bukan manusia,” kata David di Jakarta.
David dan Lidia sengaja mendokumentasikan aktivitas sapi dalam mencari makanan di tempat pembuangan sampah. Mereka memutuskan membuat film dokumenter tanpa narasi, dialog dan musik.
“Kami yakin visualisasi bisa menimbulkan kesan,” ucap David.
Lidia Afrilita menambahkan kalau film yang mereka buat bukan jenis dokumenter jurnalistik.
“Film ini adalah tentang empati dan emosi. Yang penting bagi kami, penonton bisa merasakan kehidupan sapi di sana,” ujarnya.
Film pendek ‘Diary of Cattle’, menurut Lidia, merupakan fragmen kecil dari harapan besar di masa depan.
“Sampah jadi masalah dunia. Kami mau terlibat dalam isu ini melalui sudut pandang dan cara yang berbeda,” kata dia.
Film yang mulai digarap pada 2017 ini berhasil menjadi satu dari 39 film terpilih di Festival Film Visions du Reél.
“Penonton kaget, ternyata ada film dokumenter Indonesia yang memberikan tawaran baru,” kata David. (Wiek/lna)