Festival Film Dokumenter (FFD) kembali digelar tahun ini selama tanggal 1-7 Desember 2019, bertempat di 3 lokasi, yaitu Taman Budaya Yogyakarta, IFI-LIP Yogyakarta, dan Kedai Kebun Forum. Acara ini terbuka untuk umum dan gratis loh, TemanBaik.
Pada hari Senin (2/12) malam, salah satu film yang diputar di FFD 2019 adalah ‘Luar Biasa‘ besutan sutradara Erika Dyah Muftiarini. Film yang diproduksi tahun 2018 dan berdurasi 16 menit ini masuk ke dalam program ‘Kompetisi’ kategori ‘Film Dokumenter Pendek’.
Film pendek dokumenter ‘Luar Biasa’ menampilkan kehidupan sehari-hari yang dijalani Joko Supriyanto. Ia adalah seorang pelajar SMA di Yayasan Pendidikan Anak Luar Biasa (YPALB) Cepogo, Boyolali.
Joko mempunyai kekurangan yang membuatnya tidak dapat melihat alias tunanetra. Namun, melalui film itu kita dapat melihat kelebihan-kelebihan lain yang dimiliki seorang Joko, seperti kemampuannya di bidang musik, bahkan kemampuan lainnya seperti memperbaiki motor.
Setelah film selesai diputar, FFD mengadakan sesi Q&A yang dihadiri oleh perwakilan dari tim film ‘Luar Biasa’, yaitu Ma’ruf yang bertindak sebagai editor film tersebut. Ma’ruf menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penonton sekaligus mewakili sang sutradara, Erika yang kebetulan belum bisa hadir dalam sesi Q&A.
Ma’ruf memberikan informasi tentang berapa lama penggarapan film ‘Luar Biasa’. “Durasi pengerjaan film sekitar satu sampai dua bulan, tapi nggak full karena harus bolak balik dari kampus ke Cepogo, Boyolali,” tuturnya.
Sedikit informasi mengenai Desa Cepogo, ketinggiannya sekitar 900 meter di atas permukaan air laut loh, TemanBaik. Ma’ruf juga menceritakan tentang bagaimana proses awal yang dialami Erika selaku sutradara dalam menemukan ide untuk film ‘Luar Biasa’ ini.
“Idenya si sutradara, menurut sepengetahuanku, pertamanya pengen mengangkat tentang SLB-nya, karena keponakan Erika juga kebetulan sekolah di situ. Tapi, ketika di-acc dosen, terus disuruh dipertajam lagi. Waktu mulai cari fokus, sempet pengen angkat tentang tenaga pengajar yang ada di situ, terus habis itu ketemulah sama si Joko. Jadi, pas lagi main ke sekolah itu, si Joko tiba-tiba nyamperin ngajak ngobrol. Ya sudah, akhirnya ketemu nih subjeknya, si Joko,” paparnya.
Namun, permasalahan sang sutradara ternyata belum selesai sampai di situ karena ternyata Joko juga mempunyai banyak sisi dan fragmen yang bisa diceritakan.
“Sempat ingin fokus nyeritain tentang kisah asmaranya si Joko yang punya banyak mantan pacar itu, terus sempet pengen fokus ke pengalamannya Joko yang dulu ikut klub motor, dia pernah ikut touring juga. Sempat wawancara tentang pengalaman dia naik motor malam-malam boncengin dua orang di belakang, jadi total 3 orang dalam satu motor, waktu itu kecepatannya mencapai 100/jam, si Joko yang di depan. Tapi, setelah masuk, dosennya bilang mending jangan itu deh, karena visualisasinya pasti agak ribet,” bebernya.
Sebelum sesi tanya jawab berakhir, Ma’ruf membeberkan bagaimana sang sutradara akhirnya bisa menemukan dan memutuskan fokus seperti apa yang akan ditampilkan melalui film ini.
“Jadi, akhirnya ketemu tentang cara si Joko itu melihat dunia. Cara belajarnya gimana, cara dia bisa benerin motor kayak gimana, cara dia naik motor gimana, terus cara dia melihat dunia pendidikan dan problematikanya dia seperti apa. Jadi, fokusnya si Erika kalo nggak salah gitu ya. Gimana kita mengisahkan banyak problem, tapi disampaikan oleh satu orang, si Joko itu,” pungkasnya.
Nah, buat TemanBaik yang ingin melihat informasi lengkap tentang jadwal FFD 2019, pantau saja website resmi mereka di ffd.or.id atau akun Instagram (@ffdjogja).