Dolo, siapa itu? Sebuah film dokumenter berjudul “Dolo” sedang tayang di M Bloc Space, Jakarta. Film ini mengisahkan tentang Dolorosa Sinaga, seorang pematung ternama Indonesia.
Dolorosa atau Ibu Dolo lahir di Sibolga, Sumatera Utara. Pematung lulusan Fakultas Seni Rupa di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) pada 1977 (Institut Kesenian Jakarta-IKJ) ini, Masih terus aktif melakukan kerja seninya hingga saat ini.
Selain IKJ, Ibu Dolo juga melanjutkan pendidikannya di St. Martins School of Art, London pada tahun 1980. Setelah kembali ke Indonesia, kembali aktif mengajar di IKJ hingga hari ini. Pernah menjadi Dekan Fakultas Seni Rupa IKJ dari tahun 1992–2000, menjadi Ketua Senat Fakultas Seni Rupa 2008–2016. Ibu Dolo juga pernah menjadi salah satu anggota Presidium Rektorat IKJ pada tahun 2001–2003.
Film “Dolo” merupakan inisiasi untuk merekam sejumlah seniman-seniman senior Indonesia dalam bentuk film dokumenter. Dolorosa Sinaga dipilih dengan pertimbangkan bahwa Dolorosa adalah salah satu tokoh sentral dalam perkembangan seni patung dan gerakan perempuan di Indonesia.
Selain sebagai seniman, Dolo juga seorang pendidik yang masih aktif. Bagi murid-muridnya Ibu Dolo adalah figur role-model sebagai seniman aktivis yang memberikan banyak kontribusi bagi perubahan perspektif tentang perempuan dan pilihan-pilihan politis dalam berkesenian.
Film berdurasi 150 menit ini disutradarai oleh Hafiz Rancajale. Dalam film ini kita diajak mengenai Ibu Dolo baik sebagai pribadi, guru, teman dan tentu saja, maestro. Pandangan hidupnya, pola hidup sehari-hari, hubungannya dengan suami, keluarga, teman, rekan kerja dan masyarakat. Sosok yang lugas, berani, penuh empati dan menyenangkan. Kesan ini banyak terekam di mata teman-teman yang pernah bekerja sama dengan Ibu Dolo dan bahkan mungkin bagi yang baru mengenalnya.
Mengenal Dolorosa juga adalah mengenal karya-karyanya yang memperlihatkan kepeduliannya pada isu sosial dan budaya, seperti keimanan, krisis, solidaritas, multikulturalisme, perjuangan perempuan, dan HAM. Pada 1987, Ibu Dolo mewakili Indonesia dalam ASEAN Square Sculpture Symposium dan melahirkan karya-karya besar seperti Gate of Harmony di Kuala Lumpur, Malaysia dan The Crisis di Hue, Vietnam, yang dibuat pada tahun 1998.
Salah satu karyanya yang berada di Indonesia dan bisa kita lihat adalah Monumen Semangat 66 di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain itu, ia juga pernah membuat model elemen estetika untuk Bandar Kota Kemayoran Jakarta, dan juga membuat beberapa patung di Taman Kali Besar Kota Tua Jakarta.
Saat Ibu Dolo sedang berada di Venezia untuk melihat Indonesia Pavilion di Venice Art Biennale (11 Mei-24 November 2019), Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memintanya untuk membuat patung dada. Sebelumnya Dolorosa juga membuat patung Multatuli di pelataran Museum Multatuli di Rangkasbitung, Lebak, Banten.
Untuk memenuhi permintaan Gubernur Ridwan Kamil, Ibu Dolo segera memulai proses pengerjaan patung sekitar bulan November 2019 dan menyelesaikan dalam waktu kurang dari tiga bulan. Patung ini kemudian dikirim ke Aljazair pada 19 Januari 2020.
Dolorosa memilih dari foto-foto 10 patung yang pernah dibuatnya. Pilihan jatuh pada gestur Sukarno yang menurutnya paling powerful untuk diletakkan di Monumen Sukarno di Aljazair. Gestur Sukarno yang tengah berpidato berapi-api dengan tangan menunjuk ke atas. Inspirasi gestur itu berasal dari sebuah foto ketika Sukarno berpidato di hadapan kerumunan pers setelah ia kembali dari Yogyakarta ke Jakarta pasca-penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Republik Indonesia Serikat (RIS) akhir Desember 1949.
Menikmati Film “Dolo”
Film dokumenter “Dolo” diproduksi oleh Forum Lenteng dan Milisifilem Collective. Film ini diputar dalam sebuah rangkaian pameran dan screening yang berlangsung dari tanggal 28 Februari hingga 6 Maret 2022 di Creative Hall M Bloc Space, Jakarta.
Duduk di bangku terdepan dengan layar sebesar kurang lebih 4×3 m, serasa berada di antara karya-karya Dolorosa. Memandang, menikmatinya seolah tersentuh dalam sejangkauan tangan. Menelusuri karya-karyanya adalah menjelajahi kehidupan. Banyak gestur kehidupan terwakili dalam patung-patung yang terpajang, beberapa bisa langsung kita kenali sebagai tokoh-tokoh di Indonesia.
Penjelajahan karya-karya Ibu Dolo dengan latar musik “Boléro” seakan mengajak kita menari di antara patung-patungnya. Satu dan satu dan satu lalu menjadi satu. Dolorosa. Begitulah Dolo, satu dan satu hingga semua ada dalam karyanya dan dalam dirinya. Terima kasih Ibu Dolo untuk semua karya maestro ini. Hormat!
Perlu diketahui, “Boléro” adalah karya orkestra satu gerakan oleh komposer Prancis Maurice Ravel (1875–1937). Awalnya disusun sebagai balet yang ditugaskan oleh aktris dan penari Rusia Ida Rubinstein, karya tersebut, yang ditayangkan perdana pada tahun 1928, adalah komposisi musik Ravel yang paling terkenal.
Arti lain dari Bolero adalah genre lagu yang berasal dari Kuba timur pada akhir abad ke-19 sebagai bagian dari tradisi trova. Bolero ditandai dengan lirik canggih yang berhubungan dengan cinta —tidak terkait dengan tarian Spanyol yang lebih tua dengan nama yang sama— yaitu yang disebut “lagu romantis Amerika Latin klasik abad kedua puluh”.