Setiap fase hidup perempuan mulai dari pubertas sampai menikah selalu dihadapkan pada ekspektasi sosial dari lingkungan terdekatnya, seperti keluarga inti, keluarga besar, atau pun teman sebaya. Pada masa pubertas, perempuan mulai dituntut untuk merawat diri dan harus berpakaian dengan aturan tertentu. Memasuki usia dewasa, perempuan sudah harus menikah. Tekanan dan ekspektasi berlanjut ke jenjang pernikahan, perempuan yang memilih untuk tidak punya anak (childfree) atau dalam kondisi tidak bisa/belum dikaruniai anak (childless) samasama mendapat stigma, perundungan, sampai pengasingan sosial. Childfree adalah sikap dari perempuan dan pasangannya untuk tidak ingin memiliki keturunan. Sementara childless adalah kondisi di mana seseorang belum atau tidak bisa memiliki keturunan karena masalah kesehatan, ekonomi, maupun faktor lain yang tak bisa mereka kontrol.
Perempuan yang memilih untuk tidak berketurunan, walau merupakan pilihan bersama dengan pasangannya, sering kali mendapatkan stigma egois. Sebagian besar masyarakat menilai bahwa perempuan tersebut lebih mementingkan kebebasan pribadi dibanding kewajiban berkeluarga, yaitu harus berketurunan. Stigma ini menguat apabila perempuan tersebut memilih untuk bekerja dan berkarier di luar rumah. Contohnya, Gitasav, seorang selebgram, pernah terang-terangan mengumumkan keinginannya untuk tidak memiliki anak, ia lalu mendapat banyak cemoohan dan perundungan dari warganet, mulai dari dituding mandul, punya trauma masa lalu, hingga disumpahi diselingkuhi oleh suaminya.