29 Mei 2006 menjadi titik awal sejarah bencana lumpur Lapindo. Semburan lumpur pertama kali terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lumpur Lapindo terjadi akibat bocornya pengeboran gas bumi yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas (Group Perusahaan Bakrie). Lumpur panas terus menerus mengalir dalam volume yang besar hingga menenggelamkan 9 desa, di antaranya Renokenongo, Jatirejo, dan Siring.
Pemerintah menetapkan area terdampak sebagai daerah bencana nasional dan menjadi salah satu bencana industri terbesar di Indonesia, yang masih menyemburkan lumpur panas hingga sekarang. Bencana ini berdampak buruk pada lingkungan serta hilangnya sumber daya alam yang mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan secara jangka panjang. Sungai dan mata air tercemar, kesehatan warga menurun akibat zat beracun dari lumpur, lahan pertanian, dan perkebunan pun hilang.