Peristiwa Bom Bali pada 2002 dan 2005 adalah serangan teror terbesar di Indonesia yang dilakukan oleh kelompok oleh Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok ekstremis yang terkoneksi dengan jaringan ekstremis internasional: AlQaeda. Kedua serangan bom yang dipimpin oleh Hambali bersama Imam Samudra, Amrozi, Ali Ghufron, Nurdin M. Top ini menewaskan 322 orang serta melukai lebih dari 400 orang WNA dan WNI, termasuk warga lokal Bali. Korban terbanyak adalah warga negara Australia. Peristiwa ini kemudian membuat pemerintah RI memberlakukan UU Anti Terorisme yang lebih ketat termasuk bekerja sama dengan negara lain dalam operasi kontra-terorisme.
Sejak peristiwa ini, jaringan Jemaah Islamiyah (JI) menjadi target operasi anti terorisme pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan lembaga internasional. Penangkapan dan eksekusi tokoh-tokoh kunci serta operasi antiterorisme oleh Densus 88 di seluruh Indonesia berhasil menangkap banyak anggota JI. Akan tetapi, keberhasilan ini juga mendorong JI untuk mengubah strategi dan struktur organisasinya. Anggota-anggota JI menggabungkan diri dengan kelompok lain yang berideologi sama dan membentuk sel-sel baru yang sulit terlacak. Mereka mengubah serangan besar ke serangan yang lebih kecil dan lebih menyebar. Usaha kecil dan donasi dari simpatisan juga menjadi metode pendanaan baru JI. JI juga menggunakan pendidikan agama sebagai media perekrutan anggota baru.