Munir Said Thalib (1965-2004) adalah seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia yang dikenal karena keberaniannya dalam memperjuangkan melawan tindak korupsi dan pelanggaran militer. Ia merupakan salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) serta Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial). Upaya Munir yang vokal mendapatkan pengakuan baik di tingkat nasional maupun internasional. Tragisnya, ia dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia pada September 2004 saat menuju Belanda. Meskipun ada kecurigaan luas dan beberapa tindakan hukum dilakukan, namun dalang di balik pembunuhannya tetap tidak teridentifikasi. Kasusnya yang masih belum terselesaikan hingga sekarang menjadi simbol perjuangan berkelanjutan untuk keadilan dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Munir Said Thalib menikah dengan Suciwati. Mereka dikaruniai dua anak, Alif dan Diva. Diva sangat vokal melanjutkan warisan ayahnya. Sampai hari ini, ia bersama ibu dan kakaknya aktif berpartisipasi dalam gerakan mencari keadilan atas pembunuhan ayah mereka yang belum terselesaikan, salah satunya melalui Aksi Kamisan di depan Istana Negara. Bersama-sama masyarakat sipil lainnya, mereka berusaha merawat nilai perjuangan Munir dalam memperjuangkan HAM dan akuntabilitas di Indonesia. Keberanian dan keteguhan mereka mencerminkan pengaruh abadi Munir dan dampak mendalam yang ia berikan kepada orang- orang terdekatnya.