Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memberi izin reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) kepada KSO PT Ciputra – PT Yasmin Bumi Asri dengan luas mencapai 157,23 hektar. Rencananya, hasil reklamasi dibagi sehingga Pemprov Sulsel mendapatkan 50,47 hektar dan 106,76 hektar untuk pengembang CPI. Namun, sejak awal pembangunannya, banyak penolakan terjadi karena tidak melibatkan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di area tersebut. Proyek yang dipaksakan ini menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan membuat penolakan masyarakat semakin membesar, sehingga pada akhirnya proyek ini gagal diselesaikan.
Gagalnya reklamasi CPI berdampak pada perjanjian lahan. Pada Agustus 2020, Gubernur Sulawesi Selatan mengeluarkan surat 593.6/5522/BKAD tentang penetapan lahan pengganti sebesar 12,11 hektar. Kemudian, pada Januari 2023, Pemprov Sulsel dan PT Yasmin Bumi Asri menyetujui addendum IV terkait pembagian lahan. Mereka sepakat bahwa kekurangan lahan pemerintah di CPI akan dialihkan ke Pulau Lae-lae. Namun, perjanjian baru ini lagi-lagi tidak pernah melibatkan masyarakat Pulau Lae-lae yang justru menjadi pihak paling terdampak.