Pada masa kampanye pencalonan Gubernur DKI Jakarta 2017, Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal sebagai Ahok, menghadapi tuduhan penistaan agama. Sebagai seorang Kristen keturunan Tionghoa, Ahok memicu kemarahan dari kelompok Islam garis keras setelah video yang diedit oleh Buni Yani menampilkan pidatonya di Kepulauan Seribu tersebar ke publik. Dalam video tersebut, Ahok mengutip ayat Al-Maidah 51 dari Al-Qur’an, dan menyatakan bahwa pemilih tidak seharusnya dibohongi oleh pemimpin agama yang menggunakan ayat itu untuk melarang umat Islam dipimpin oleh nonmuslim. Peristiwa ini berujung pada kekalahan suara dalam Pilgub, Ahok divonis bersalah di pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun. Tepatnya pada Mei 2017, Ahok dinyatakan bersalah atas penistaan agama Islam oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pemilihan Gubernur yang “panas” serta kasus “penistaan agama” ini menjadi titik balik politik di Indonesia. Agama memainkan peran yang kuat dan menjadi alat untuk meraih kekuasaan. Aksi unjuk rasa anti-Ahok diorganisir oleh koalisi kelompok-kelompok Islamis, yang menamakan diri sebagai Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI). Aksi ini menjadi protes terbesar selama bertahun-tahun di Indonesia. Unjuk rasa yang dikenal sebagai “Aksi 212” dihadiri oleh sekitar 500 ribu orang dan berhasil menekan pemerintahan Jokowi untuk mengadili Ahok.