Petani Terakhir adalah dokumenter nomine Festival Film Indonesia (FFI) 2016 bersama film dokumenter produksi Sanggar Siap Salem lainnya, yaitu Masean’s Messages. Kedua film tersebut dirilis tahun 2016. Tahun 2016 ini Sanggar Siap Selem juga merilis dua dokumenter lain, yaitu Mengangkat Derajat Petani Kakao dan Kongkong Kaingkaing.
Petani Terakhir diproduksi menggunakan dana kick off dari Grant Denpasar Film Festival (DFF) 2015. Produksi dilaksanakan sejak Maret 2015 hingga April 2016. Jadi film ini diproduksi lebih dari satu tahun. Produksi yang cukup lama tersebut karena harus menunggu momen-momen penting yang dialami subjek dan juga karena keterbatasan dana yang tersedia. Dalam prosesnya, filmmaker Tonny Trimarsanto menjadi konsultannya.
Berdurasi 40 menit, Petani Terakhir bercerita tentang Nyoman Sutama, petani di Kota Denpasar. Bertani adalah satu-satunya sumber penghasilan setelah beberapa tahun sebelumnya di-PHK dari sebuah perusahaan. Bersama kelompok subaknya dia benar-benar merasakan beratnya menjadi petani di tengah-tengah derasnya gempuran pembangunan kota. Kesulitan air dan sampah dari pemukiman adalah masalah utama yang dihadapi selain masalah sulitnya mencari tenaga kerja yang siap diajak saling bantu mengerjakan sawah. Anggota subak yang didominasi orang-orang lanjut usia, jumlahnya semakin tahun semakin berkurang. Harga gabah pun tetap relatif murah. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan melihat kehidupan kawannya yang menjadi lebih baik setelah berhenti bertani, Sutama bimbang, tetap fokus sebagai petani atau tidak.