Review: ‘Beras Bosok Kanggo Rakyat’, Rastra Ditunggu dan Dikeluhkan

Bagi masyarakat tidak mampu, mendapatkan beras dengan harga murah menjadi sebuah kebahagian tersendiri. Beras murah yang diterima sebagai bantuan mampu mengurangi beban biaya hidup sehari-hari.

Namun, apa jadinya jika ternyata beras murah yang mereka idam-idamkan tersebut memiliki kualitas yang buruk hingga tidak layak untuk dikonsumsi. Akankah mereka yang menerima beras sejahtera (rastra) dengan kualitas buruk bisa mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan sesuai namanya? Atau justru mereka kecewa dengan beras yang mereka dapatkan?

Permasalahan tersebut yang ingin diangkat oleh sineas muda asal Purbalingga, Firman Fajar Wiguna, dalam karya film dokumenter pendek berjudul ‘Beras Bosok Kanggo Rakyat’.

Film dokumenter berdurasi 10:35 menit tersebut diawali adegan Suyatmi, salah satu warga Desa Beji, Bojongsari, Purbalingga yang sedang berjalan menuju balai desa Beji untuk mendapatkan beras Rastra. Setiba di balai desa, sempat terjadi dialog antara Suyatmi dengan petugas desa yang membagikan beras Rastra.

Di tempat tersebut Suyatmi menyampaikan protes karena setiap kali mendapatkan beras Rastra, kondisi dari beras bantuan tersebut tidak layak untuk dimakan. “Kalau tujuannya untuk dimakan, memang harusnya beras yang layak,” protes Suyatmi. Protes tersebut dijawab oleh sang petugas pendistribusi dengan menyebut kondisi beras sudah demikian semenjak beras datang.”Disini terima berasnya sudah dalam kondisi seperti itu,” ujar sang petugas dalam dialog di salah satu adegan ‘Beras Bosok Kanggo Rakyat’.

Protes yang disampaikan Suyatmi memang tidak berlebihan. Tampilan beras bantuan yang diterima Suyatmi ditayangkan dalam film dokumenter tersebut terlihat sudah tidak putih. Firman terlihat mencoba menampilkan secara nyata kondisi beras Rastra yang sudah tidak lagi berwarna putih bersih tetapi sudah bercampur warna hitam.

Entah apa yang ada dipikiran Suyatmi. Meskipun memprotes kondisi beras yang tidak layak, dia tetap mau mengambilnya. Dalam adegan ini penonton seakan diajak untuk bertanya-tanya, untuk apa beras itu tetap dibawa Suyatmi meskipun kondisinya tidak layak konsumsi.

Pertanyaan tersebut langsung terjawab di adegan selanjutnya yang menggambarkan Suyatmi membawa beras Rastra miliknya ke warung untuk ditukar dengan beras kualitas baik dan layak untuk dimakan. Dalam adegan tersebut, Firman ingin mengajak penonton kembali berpikir kenapa pemilik warung mau menerima beras kualitas buruk dan justru ditukar dengan beras kualitas baik.

Ternyata pemilik warung mau menukarkan beras kualitas baik dengan beras Rastra melalui sistem barter tambah uang. Dimana nantinya beras kualitas buruk tersebut akan dijadikan tepung oleh pemilik warung.

Adegan selanjutnya cukup membuat penonton sedikit mengernyitkan dahi. Meskipun pada cerita sebelumnya telah ditampilkan beras Rastra yang diterima Suyatmi tidak layak konsumsi. Supriyono, selaku Kepala Desa Beji, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga mengaku tidak pernah menerima keluhan atau komplain dari masyarakat mengenai buruknya kualitas beras Rastra.

Hal tersebut membuat sang Kepala Desa tidak pernah melaporkannya pada pihak terkait. Belum lagi pernyataan Kepala Bulog Purbalingga Sub Divre Banyumas Edi Haryono, yang terkesan tidak mau tahu dengan kondisi beras yang diterima oleh masyarakat. Dia hanya mengaku bahwa beras yang distribusikan memang sudah tersimpan selama 7 bulan sehingga otomatis ada penurunan kualitas visual beras.

Pada adegan lain, jika Kepala Desa Beji mengaku tidak pernah mendapatkan keluhan dari masyarakat. Kepala Desa Sinduraja, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, Suwitno Cipto, nampak lebih berhati-hati dalam menerima beras Rastra dengan cara langsung mengecek kondisi beras saat masih berada di atas truk.

Melalui film ‘Beras Bosok Kanggo Rakyat’ yang pernah menyabet penghargaan dalam ajang Festival Film Kawal Harta Negara (FFKHN) 2017, sang sutradara ingin menunjukkan kepada masyarakat maupun pemerintah bahwa beras Rastra yang selama ini di gembar-gemborkan bisa menyejahterakan masyarakat, kenyataannya berupa beras yang tidak layak dikonsumsi sehingga justru menambah beban hidup masyarakat miskin.