Review Film Dokumenter ‘Angka jadi Suara’ (2017) Wanita-Wanita yang Bergerak

Angka jadi Suara merupakan film dokumenter berdurasi 22 menit. Film ini bercerita tentang advokasi yang dilakukan oleh sekelompok pekerja wanita untuk korban pelecehan seksual di KBN (Kawasan Berikat Nusantara) di Cakung. Bukan secara khusus membela satu-dua wanita, tetapi juga mencegah terjadinya pelecehan seksual yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Bertepatan dengan Festival Film Dokumenter 2017, film ini pertama kali diputar di Yogyakarta.

Film ini fokus tentang angka korban dan tindakan yang dilakukan serikat pekerja wanita untuk menghentikan pelecehan seksual di wilayah kerja.

Saya tidak menyangka bahwa masih banyak wanita yang belum teredukasi tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual. Mulai dari yang ditujukan secara iseng seperti siulan, kata-kata yang dimaksudkan untuk menggoda, sampai dengan cubitan atau sentuhan.

Dalam film ini digambarkan bahwa pekerja wanita itu gusar, tetapi mereka diam karena tidak tahu harus berbuat apa. Yang paling menyesakkan adalah kenyataan bahwa di dalam pabrik, pelecehan seksual hampir tidak terhindarkan. Tentu saja karena pelakunya adalah orang-orang yang bekerja di sekitar mereka: tukang parkir, para mekanik, bahkan atasan.

Gabungan hasil riset dan tindakan nyata memiliki kekuatan yang besar.

Seusai menonton, saya merasakan semangat positif. Mungkin efek lelah menerima paparan informasi di media sosial tentang fakta dan masalah dalam lingkungan sosial, serta kurangnya asupan pengetahuan tentang tindakan nyata yang mesti dilakukan untuk mengatasi masalah sosial. Saya mengapresiasi tindakan nyata yang dilakukan serikat pekerja perempuan.

Sebagai sebuah film dokumenter, Angka jadi Suara (2017) adalah film yang dapat diterima semua kalangan. Tidak perlu menjadi cah arthouse film untuk memahami penuturan film ini. Di samping visualisasi aksi advokasi, film ini juga disertai dengan narasi dari wawancara dengan salah satu korban pelecehan seksual–tanpa mengekspose kesedihan secara tidak sopan.

Seperti judulnya, film ini seolah menggemakan suara wanita; mereka yang saling membantu dan memberi pemahaman tentang pelecehan seksual. Lalu membawa kabar ini ke atasan PT KBN, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan bernegosiasi untuk menciptakan kawasan bebas pelecehan seksual.

Melalui Angka jadi Suara, saya merasa diingatkan bahwa angka tidak boleh berhenti jadi data. Angka adalah dasar dari tindakan nyata.

Nb: Saya masih mbrebes mili saat mengingat ibu-ibu berpakaian biasa saja, menyebarkan brosur kepada pekerja wanita dan berkata, “Kalau dipegang-pegang atau diremas, lawan, ya. Jangan diem aja!” Wanita itu kalau bersama-sama jadi kuat, ya.